Pelajar dan mahasiswa menjadi sasaran empuk penularan HIV/ AIDS melalui narkoba suntik dan seks bebas. Dari 2.300 kasus HIV positif pada 2010, 30% di antaranya atau 690 kasus merupakan pelajar dan mahasiswa.
Jika tidak diberi edukasi secara tepat, ditengarai pada masa yang akan datang jumlah tersebut akan terus meningkat. Demikian disampaikan pengurus organisasi internasional edukasi sosial nonkomersial (AIESEC) Bandung, Bonang Firmansyah pada jumpa pers Project Based on Exchange (PBOX) HIV/ AIDS di kantor Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Jabar, Jln. Banteng, Sabtu (11/12).
“Dari jumlah 690 kasus itu, 60% kasus HIV positif berasal dari narkotika suntik. Sisanya dari seks bebas,” ungkapnya.
Menurut Bonang, dari segi usia, pelajar dan mahasiswa memang rentan dan mudah bersentuhan dengan narkoba dan seks bebas. Padahal, penyebaran atau penularan virus yang hingga kini belum ada obatnya tersebut, paling banyak dari jarum suntik dan seks bebas.
“Prevalensinya diperkirakan mencapai 200 ribu penderita. Karena itulah, di sini perlunya program penanggulangan dan pencegahan yang benar-benar preventif untuk HIV/ AIDS. Khususnya di Kota Bandung yang menjadi kota nomor satu paling tinggi jumlah penderita HIV/AIDS,” terangnya.
Sosialisasi edukatif, katanya, dapat menjadi salah satu program untuk meminimalisasi terus meningkatnya penderita HIV/AIDS yang dapat diberikan pada mahasiswa dan pelajar. Program tersebut selain efektif tentu juga harus intens sebagai bentuk pemahaman mengenai bahaya HIV/AIDS.
“Efektif saja jika tidak intens, akan kurang. Begitu pula, intens namun tidak efektif, sama saja. Akan lebih baik jika program tersebut efektif, intens, dan diberikan pada pelajar mahasiswa,” tuturnya.
Untuk melaksanakan program AIESEC 2010, lanjutnya, dijalin kemitraan dengan sembilan SMA negeri/swasta di Kota Bandung untuk program edukasi lewat PBOX HIV/ AIDS. Sekolah-sekolah tersebut antara lain SMAN 3, 5, 20, Taruna Bakti, Yahya, dan Angkasa.
SMA, katanya, dipilih karena di kampus/perguruan tinggi, program kurang ditanggapi serius oleh mahasiswa. “Karena itu kita fokuskan di tingkat SMA dulu. Karena berdasarkan pengalaman, pendekatan edukasi HIV/AIDS tersebut lebih diterima di tingkat SMA ketimbang di kampus,” ungkapnya.
Program kemitraan sudah dilakukan selama tiga tahun. Program ini diharapkan akan menambah pengetahuan dan pemahaman pelajar terhadap virus HIV/AIDS. Agar efektif, selain edukasi lewat PBOX, akan digelar juga diskusi dan seminar.
(source: http://www.klik-galamedia.com/indexnews.php?wartakode=20101213063855&idkolom=tatarbandung)