Peneliti asal Jerman yakin mereka berhasil menyembuhkan seorang pria yang terinfeksi HIV melalui transplantasi stem cell.
Timothy Ray Brown, berusia 42 tahun, juga sedang menjalani terapi myeloid leukaemia akut – kanker pada kekebalan tubuh.
Dia telah menghentikan terapi pengobatan HIV dan menjalani pencangkokan stem cell sejak Februari 2007. Dia juga telah menjalani terapi radiasi & kemoterapi dengan dosis tinggi, yang telah berperan serta merusak sistem kekebalan tubuhnya.
Brown menerima serentetan treatmen lainnya, dari donor sell yang sama, setahun kemudian, setelah leukimia-nya kambuh.
Para peneliti dari Charite-University Medicine Berlin, mengatakan bahwa si pendonor sell tersebut mewarisi kelainan genetik yang membuat dia sulit untuk terinfeksi HIV.
Diprediksikan bahwa tes HIV pada Brown akan kembali positive, tetapi tidak, hasil tes setelah menjalani transplantasi sel masih menunjukkan negative.
Dr Gero Huetter, seorang hematologist dan profesor di University of Heidelberg, mengatakan pada Deutsche Welle: kami belum bisa menemukan sel HIV pada tubuhnya. Sel yang baru tersebut memiliki resistensi alami terhadap HIV.
Studi ini dipublikasikan di jurnal Blood, yang mengatakan bahwa kekebalan tubuh pasien telah kembali ke posisi normal. Namun para ahli HIV mengatakan walau hasilnya terlihat menjanjikan, hal itu bukanlah hasil yang mewakili semua penderita HIV.
Dr Michael Saag, professor of medicine dan director of the University of Alabama at Birmingham AIDS Center, mengatakan pada CNN: “Hal ini mungkin sebuah penyembuhan, tetapi datang dengan harga mahal.”
“Untuk mereka yang akan menerima sel donor, tubuhnya harus dibersihkan dari system immune. The Catch-22 (kata sandi untuk si pendonor) disini adalah kandidat terkuat sebagai penyembuh, secara ideal, adalah orang yang sehat.”
”Saya akan mengatakan bahwa hal itu adalah penyembuhan secara fungsional,” Dr Margaret Fischl, seorang peneliti AIDS di University of Miami, mengatakan pada the Brisbane Times.
“Hal itu adalah kasus yang luar biasa, namun apakah kita akan menerapkan pada semua pasien HIV? Tidak”.
sumber: pinknews (diterjemahkan oleh: Denny – GWL-INA)