MEDAN– Hingga pertengahan 2011 angka temuan kasus HIV dan AIDS di Sumatra Utara masih cukup memprihatinkan, terbukti dari data Dinas Kesehatan Sumut ditemukan 80 kasus penderita HIV baru di daerah itu.
Menurut Manager Global Fund Dinas Kesehatan Sumatra Utara, Andi Ilham Lubis, angka temuan tersebut berdasarkan jumlah kunjungan di sebelas VCT yang tersedia di Kota Medan. Bahkan hingga akhir Mei 2011, dari 5.065 kunjungan di seluruh VCT yang ada, 438 di antaranya dinyatakan positif HIV/AIDS.
Secara rinci jumlah itu bulan Januari 2011, dari 836 jumlah kunjungan, 95 di antaranya dinyatakan positif HIV. Sedangkan Februari, angka temuan sempat mangalami penurunan yakni dari 921 jumlah kunjungan, 73 di antaranya dinyatakan positif. Peningkatan kembali terjadi pada bulan Maret, dari 1177 jumlah kunjungan 92 di antaranya dinyatakan positif HIV/AIDS.
Sementara untuk bulan April angka temuan kasus masih cukup tinggi, yakni dari 1.039 jumlah kunjungan, 86 di antaranya dinyatakan positif HIV/AIDS. Angka temuan kasus kembali meningkat pada bulan Mei yakni dari 1.092 kunjungan, 92 di antaranya dinyatakan positif.
Namun, menurut dia, tingginya penemuan kasus baru yang berkisar 80 hingga 90 kasus tiap bulan, bukanlah sebuah kegagalan dari program yang dilakukan Dinkes Sumut. Melainkan langkah efektif yang dilakukan dalam layanan VCT untuk menemukan kasus sebanyak-banyaknya sebagai langkah program pencegahan.
Ia juga mengatakan, berdasarkan data estimasi Kemenkes, penderita HIV/AIDS di Sumut mencapai 7.057 kasus. Sementara hingga saat ini Sumut baru menemukan 4.097 kasus dalam rentan waktu lima tahun berjalannya pelayanan VCT terhitung sejak 2006.
“Melalui program VCT yang telah tersedia, hingga saat ini temuan kasus baru 40 persen. Sehingga untuk penemuan kasus yang lainnya tidak hanya tugas dinas kesehatan saja, melainkan instansi terkait lainnya. Mengingat dinas kesehatan lebih cenderung kepada penyelesaian dampak seperti akses penyedian obat ARV,” katanya.
Menurut dia, untuk meminimalisir meningkatnya kasus HIV/AIDS, peranan kabupaten/kota serta beberapa lembaga terkait seperti Dinas Pendidikan, Dinas Pariwisata dan Dinas Sosial turut membantu program pencegahan penularan HIV/AIDS.
“Seperti Dinas Pendikan, setidaknya bisa memberikan program pendidikan yang memberikan pemahan kepada anak tentang dampak dan risiko HIV/AIDS sejak dini. Selain itu peran Dinas Sosial, seperti pembinaan terhadap anak jalanan yang berisiko, serta Dinas Pariwisata mengenai pengawasan tempat penginapan yang cenderung digunakan sebagai ajang prostitusi,” katanya.
724 PSK Positif HIV/AIDS Berdasarkan hasil survei biologi pengambilan darah yang dilakukan Dinkes Sumut tahun 2007, sekitar 724 PSK (pekerja seks komersial) atau 12 persen dari 12.532 jumlah estimasi PSK di Sumut tahun 2009 yang positif HIV AIDS.
“Sekitar 5.590 PSK langsung di Sumut dan 8 persennya positif HIV AIDS, sedangkan PSK tidak langsung sebanyak 6.942 orang dan 4 persennya positif HIV AIDS. PSK langsung umumnya beroperasi di tempat lokalisasi, sedangkan PSK tidak langsung umumnya beroperasi di tempat hiburan dan kebanyakan di Medan,” katanya.
Andi mengatakan, sampel tersebut diambil dari beberapa daerah di Sumatra Utara seperti Kabupaten Deli Serdang dan Serdang Bedagai. Berdasar hasil screaning 20 persen PSK memiliki luka pada alat kelaminnya atau disebut siphilis.
Namun, katanya, PSK yang positif HIV/AIDS tidak langsung dapat menularkan ke pelanggannya bila tidak memenuhi tiga syarat penularan. Di antaranya, salah satu harus HIV, ada luka di bagian alat kelamin, karena luka merupakan pintu masuk terinfeksi dan jumlah virus yang berpotensi.
“Umumnya penularan HIV dari hubungan seksual hanya satu persen saja, karena kalau tidak memenuhi tiga syarat penularan, risiko tertularnya sedikit. Apalagi, kalau hubungan seksualnya menggunakan pengaman. Kalau pelanggannya ada luka risiko terinfeksi HIV pada PSK juga semakin besar,” katanya.
Menurut dia, apabila tidak dilakukan pencegahan maka penyakit tersebut akan terus menular kepada orang lain. Untuk pencegahannya juga bukan semata tugas Dinas Kesehatan saja, namun tanggung jawab semua pihak.
“Memang masih ada PSK yang positif HIV yang beroperasi dan ini jadi dilema. Hal itu bukan tanggung jawab Dinas Kesehatan semata, itu permasalahan sosial, harusnya Dinas terkait yang berperan,” katanya.
Sementara untuk penyakitnya, pihaknya selaku instansi kesehatan selalu lakukan pembinaan, penyuluhan dan pengobatan IMS.
“Tapi, kalau melarang tidak bisa, nanti malah akan menuntut hak hidup. Apalagi, alasan mereka menjadi PSK kebanyakan karena faktor ekonomi,” katanya.
Dia berharap, masyarakat memgubah pola prilaku yakni tidak melakukan hubungan seksual bebas atau berganti-ganti pasangan dan setia kepada pasangannya. Sebab, penularan HIV bisa berdampak kepada istri dan anak.
Perlu Komitmen darah Pemerintah Pemerintah Indonesia beberapa waktu lalu optimistis dapat mencapai target 2015 yang tertuang dalam Deklarasi tentang HIV/AIDS, yaitu deklarasi politik yang dihasilkan dalam pertemuan tingkat tinggi di Markas Besar PBB di New York.
Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat, Agung Laksono meyakini Indonesia bisa mencapai target itu, namun dengan syarat pemerintah pusat dan daerah memiliki tekad yang sama.
Meski pemerintah pusat meyakini ini bisa tercapai dengan baik, Andi menyebutkan pihaknya masih mempertanyakan bagaimana komitmen pemerintah daerah dalam hal ini.
“Pertanyaannya, bagaimana komitmen Bupati, Walikota tentang pencapaian ini. Sebab, permasalahan HIV/AIDS merupakan tugas bersama. Artinya kalau daerah tidak punya komitmen, bagaimana kasus HIV/AIDS ini bisa ditekan, minimal tidak semakin bertambah,” katanya.
Untuk HIV/AIDS ini, dari 104 butir poin Deklarasi, 80 hingga 90 persen sudah bisa dilaksanakan, kecuali pengetahuan yang dinilai masih minim.
Dirjen Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kementerian Kesehatan RI, M Subuh menjelaskan, hingga akhir 2014 ditargetkan pengetahuan komprehensif masyarakat berusia di atas 15 tahun mencapai 95 persen. Namun sampai 2010, berdasarkan riset kesehatan dasar, baru 11,6 persen terealisasi.
“Di Sumut sendiri, kita belum tahu berapa persen pengetahuan remaja tentang virus ini. Kita tidak tahu apakah MUI, Kadispora, Dinas Pendidikan, Dinas Pariwisata sudah melakukan sosialisasi ini di tengah masyarakat,” katanya.
Dirinya juga menyebutkan bahwa koordinasi dengan instansi ini merupakan tugas dan peran dari Komisi Penanggulangan AIDS (KPA).
“Kalau koordinasi dengan instansi tentang pemberian informasi ataupun pengetahuan kepada remaja, bukan tugas kita. Itu merupakan tugas dari KPA untuk melakukan koordinasi dengan Dinas Pendidikan, Dispora, Dinas Sosial dan dinas lainnya,” katanya.
(sumber: Waspada Online)