Pandemi COVID-19 yang terjadi sejak awal 2020 secara global, termasuk Indonesia tidak hanya berimplikasi pada persoalan kesehatan masyarakat, tetapi juga menyebabkan rentetan krisis pada berbagai sektor kehidupan masyarakat, khususnya bagi kelompok rentan yang selama ini sudah ditempatkan dalam kondisi yang krisis dan juga keterbatasan terhadap akses hak-hak dasarnya. Salah satu kelompok yang paling terdampak adalah kelompok LGBTIQ (Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender, Interseks dan Queer). Rentetan krisis pandemi COVID-19 terhadap kelompok LGBTIQ menyusup
pada aspek-aspek kesehatan, ekonomi, sosial dan hukum, yang semakin mempertebal lapisan diskriminasi, stigma dan kekerasan terhadap kelompok LGBTIQ di Indonesia. Kondisi ini didefinisikan oleh Konsorsium Crisis Response Mechanism (CRM) sebagai krisis multidimensi.
Berbagai kasus stigma, diskriminasi dan kekerasan yang dialami oleh kelompok LGBTIQ selama pandemi COVID-19 semakin memperdalam jurang keterbatasan pemenuhan hak-hak kelompok LGBTIQ di Indonesia. Hal ini lah yang mendorong Konsorsium CRM semakin memperkuat respon dan strategi respon krisis terhadap kasuskasus yang dialami oleh kelompok LGBTIQ. Salah satunya melalui penguatan penanganan krisis berbasis komunitas yang melibatkan 13 paralegal LGBTIQ atau yang disebut sebut sebagai focal point Konsorsium CRM yang tersebar di provinsi di Indonesia. Sepanjang
kurang lebih 6 bulan, Konsorsium CRM melakukan penguatan dan pemberdayaan terhadap paralegal-paralegal tersebut untuk mampu dan mumpuni dalam melakukan pendokumentasian dan penanganan kasus-kasus yang dihadapi oleh individu dan komunitas LGBTIQ di Indonesia. Kasus-kasus ini telah diramu menjadi sebuah LAPORAN PENDOKUMENTASIAN: PENDAMPINGAN KASUS FOCAL POINT KONSORSIUM CRISIS RESPONSE MECHANISM.
Laporan ini menjadi alat penyambung lidah komunitas LGBTIQ kepada pemerintah, masyarakat dan setiap orang yang membacanya, untuk menyampaikan berbagai persoalan yang dihadapi oleh komunitas LGBTIQ selama pandemi COVID-19, upaya-upaya yang dilakukan oleh komunitas ini sendiri untuk menyelesaikan persoalan tersebut, serta tantangan dan pembelajaran yang dihasilkan dari proses pendampingan kasus-kasus ini. Sehingga dapat mendorong menguatkan dukungan dan komitmen dalam pemenuhan dan penghormatan Hak Asasi Manusia kelompok LGBTIQ di Indonesia.
Konsorsium CRM mengucapkan terima kasih terhadap daya juang dan daya lenting ke 13 focal point yang telah terus mengerahkan segala amunisi yang mereka miliki untuk merebut ruang keadilan bagi komunitas LGBTIQ. Kami juga mengucapkan terima kasih banyak kepada tim penulis Yosua dan Kiki yang telah dengan sangat baik meramu berbagai pengalaman, rasa dan asa 13 focal point.
Terima kasih juga kepada Yayasan Kurawal yang telah menjadi mitra kolaborasi yang saling membangun dalam memberikan dukungan lahirnya dokumen ini.
Sebagai sebuah inisiatif yang didorong oleh cita-cita atas kemanusiaan yang menyeluruh, tentu laporan ini tak bisa dilepaskan dari ruang-ruang ketidaksempurnaan, sehingga sangat terbuka dengan ruang-ruang masukan yang dapat dijadikan pembelajaran kedepan dalam melakukan inisiatif-inisiatif serupa yang sejalan dengan cita-cita penghormatan dan pemenuhan Hak Asasi Manusia, khususnya LGBTIQ di Indonesia. Terima kasih!
Steering Committee CRM