Media digital dan sosial media saat ini telah menjadi sebuah kebutuhan pokok bagi
sebagian besar masyarakat. Tidak terlepas bagi komunitas Transgender, penggunaan sosial
media dan media digital juga memberikan keuntungannya tersendiri. Banyak dari kawan
kawan melakukan kampanye dan advokasi melalui media sosial baik secara individual atau
bekerja didalam organisasi sebagai staff media untuk memberikan edukasi dan kerja-kerja
advokasi dari gerakan organisasi LGBTI bagi masyarakat di Indonesia. Disisi lain, kawan
kawan transgender pembela HAM yang melakukan kampanye dan advokasi secara online ini
tidak terlepas dari adanya cyber bullying ataupun doxxing (Doxxing adalah tindakan negatif
membagikan informasi pribadi tanpa izin ke internet. Istilah doxxing ini populer digunakan di
media sosial. Tindakan doxing termasuk negatif karena merugikan pengguna.) yang
dilakukan oleh masyarakat yang menstigma dan mendiskriminasi mereka hanya karena
identitas gender mereka yang berbeda, contohnya yang terjadi pada Dena Rachman dimana
ia mendapatkan cyber bullying pada akun Instagramnya pada tahun 2014.
Merespon kondisi ini, JTID yang tergabung dalam konsorsium Transformasi
mengadakan pelatihan mengenai Cyber Advocacy bagi individu transgender dengan secara
spesifik menyasar pada penggunaan media sosial Instagram sebagai tools. Perwakilan staf GWL-INA yaitu “Adamar” hadir untuk terlibat menambahkan kapsitas terkait media sosial.
sumber : JTID
edit : Jia Nova