Seminar bulanan GN yang diselenggarakan Rabu 22 September 2010 kali ini menampilkan dua orang narasumber, yaitu Maimunah Munir (dari Universitas Airlangga Surabaya) dan Iskandar Nugroho (Universitas Sydney). Mereka menyampaikan hasil penelitiannya di Papua yang berjudul: “Perilaku Seksual Berisiko dan Strategi Penanggulangan IMS & HIV Di Kalangan LSL, Waria dan Pasangan Mereka Di Kota Jayapura”. Sekitar 30 orang berpartisipasi dalam seminar yang diselenggarakan di GNCC ini, mereka merupakan perwakilan dari EJA, Yayasan Orbit, JAMAK, Gay Pariwara dan sebagainya.
Dalam penelitian tersebut dilakukan wawancara dengan 12 responden LSL, 5 waria, 6 pasangan waria dan 12 responden heteroseksual. Beberapa temuan yang didapatkan antara lain:
– Jaringan seksual LSL di Jayapura cukup luas, meskipun mereka masih sangat tertutup. Mereka berasal dari berbagai macam jenis profesi dan juga berbagai etnis, dan terkotak-kotak dalam beberapa kelompok tertentu. Beberapa dari mereka cukup banyak yang memanfaatkan sarana internet untuk berkenalan dan bertemu dengan sesama LSL. Sementara waria di Jayapura sudah mempunyai organisasi sendiri yang bernama Ikatan Waria Jayapura (IWAJA). Mereka lebih terbuka dan sudah dilibatkan dalam program pencegahan dan penanggulangan AIDS bersama stakeholder setempat.
– Mobilitas mereka cukup tinggi, baik ke luar Papua atau antar daerah di dalam Papua sendiri. Dan di manapun mereka berada, aktivitas seksual selalu terjadi.
– Pengetahuan mereka tentang IMS, HIV & AIDS cukup paham, namun tidak diimbangi dengan kesadaran untuk melakukan perilaku yang aman.
– Perilaku seksual LSL dan waria di Jayapura kebanyakan dilakukan tanpa kondom, dengan berganti-ganti pasangan. Beberapa orang memakai kondom apabila diberikan secara gratis saja, namun tidak konsisten. Kesadaran untuk membeli kondom sendiri belum muncul.
– Kebiasaan untuk mengkonsumsi minuman keras sebelum dan saat melakukan hubungan seksual, membuat mereka tidak mampu mengontrol diri, sehingga perilaku seksual yang mereka lakukan berisiko terhadap penularan IMS dan HIV.
– Kebiasaan mereka untuk mengobati sendiri apabila terkena IMS, namun masih tetap melakukan hubungan seksual yang berisiko, sehingga terbuka bagi penularan IMS dan HIV.
Dari beberapa temuan yang didapatkan saat wawancara dengan para responden, narasumber menyampaikan kesimpulannya yang didapatkan dari hasil penelitiannya yaitu:
– Jaringan dan aktivitas seksual yang tertutup dan berisiko.
– Perilaku seksual kelompok ini, terutama LSL dan pelanggan waria masih di luar cakupan kampanye HIV dan promosi penggunaan kondom di Papua.
– Strategi pencegahan IMS dan HIV belum mendukung upaya mengurangi transmisi HIV lintas gender di antara kelompok heteroseksual waria, pelanggan waria dan LSL. (KB)
(Link: website GAYa Nusantara)