Pada tanggal 8 sampai 17 Agustus 2010 ini dilaksanakan training singkat aktifis kesehatan dengan judul “Struggle to Health” yang diadakan oleh People Health Movement – International People Health Universitydi Moratuwa, Sri Lanka. UNGASS Forum mendapatkan undangan untuk mengirimkan dua orang untuk mengikuti kursus ini. Setelah berdiskusi, dengan memperhatikan keseimbangan gender, maka diutus Aditya Wardhana dari Yayasan STIGMA dan Ienes Angela dari Jaringan Gwl-Ina untuk mengikuti acara ini. Pertemuan ini, yang diselenggarakan kurang lebih 40 Km dari Colombo, dihadiri oleh 65 peserta yang berasal dari 20 negara.
People Health Movement atau sering disingkat PHM sendiri adalah sebuah jaringan global para activist kesehatan dari akar rumput, organisasi masyarakat sipil dan institusi akademik yang mayoritas berasal dari negara berkembang di kawasan selatan. Mereka bergerak dalam upaya memperbaiki atau merevitalisasi PHC (People Health Center) sesuai yang telah dituangkan dalam Alma – Ata Declaration pada tahun 1978. PHM ada di 70 negara di dunia. PHM sendiri lahir dari keprihatinan akan gagalnya tujuan besar untuk mencapai Health for All di tahun 2000. Dalam menjalankan gerakannya, PHM berpegang pada Piagam Rakyat untuk Kesehatan (terlampir) Untuk lebih jelasnya terkait PHM bisa dilihat dalam websitenya; www.phmovement.org <http://www.phmovement.org>
International People Health University adalah sebuah initiative dari PHM yang dijalankan dengan tujuan menyediakan riset pembanding, peningkatan kapasitas serta memperkuat jejaring akademisi untuk mendukung kerja-kerja PHM. Untuk lebih jelasnya terkait IPHU bisa dilihat dalam website; http://www.iphu.org/
Peserta yang hadir dalam pertemuan ini mempunyai latar belakan yang sangat beragam. Mulai dari Community Health Worker, Program Manager LSM, Communicty Doter sampai dengan Guru besar Universitas. Indonesia sendiri dalam pertemuan ini diwakili oleh 4 orang yaitu dua yang disebutkan di atas ditambah Marcia Soumokil (fasilitator) dan Elizabeth Astuti (Perdhaki).
Tujuan dari saya berangkat ke pertemuan ini sendiri selain meningkatkan kapasitas terkait beberapa aspek kesehatan serta membangun jejaring yang lebih kuat dalam menghadapi permasalahan akses terhadap obat-obatan essensial generik bagi penanggulangan AIDS di Indonesia. PHM sudah sangat terkenal akan perjuangannya yang sangat menentang dampak Globalisasi dalam aspek kesehatan serta kritisisme meraka terhadap Perdagangan dan Kesehatan.
Tuan rumah dari acara pelatihan ini adalah Sarvodaya, sebuah LSM besar di Sri Lanka yang lahir dari tahun 1948 serta fokus pada pembangunan komunitas (community development). Satu hal yang perlu ditarik pembelajaan dari LSM ini adalah begitu mandirinya mereka dalam upaya keberlangsungan pendanaan. Meski tidak bisa dipungkiri bahwa usia LSM ini memang senior namun design awal LSM untuk mandiri menggandalkan unit-unit usaha secara mandiri perlu dicontoh oleh LSM di Indonesia. Mereka mempunyai sebuah hotel yang dinamakan interbational hostel dan disewakan kepada para turis. Mereka juga mempunyai biro perjalanan, tempat foto kopi, kantin dan berbagai unit usaha lain. Satu hal yang menonjol pula adalah mereka mampu menselaraskan jiwa dari ajaran Budha dalam setiap kegiatan mereka namun tidak mengidentikkan diri bahwa mereka Faith Based Organization.
Sessi dalam kursus ini dibagi menjadi 4 bagian besar yaitu plenary session, thematic session, regional and country session dan kunjungan lapangan. Tema-tema yang disuguhkan sendiri dalam pertemuan ini mencakup 6 tema utama yaitu; Rights to Health, Primary Health Care, Social Determinants of Health, Environment and Health, Bekerja dalam keberagaman dan Trade and Health. Peserta diberi kebebasan sendiri dalam memilih tema mana yang akan diikutinya. Saya memilih mengikuti sesi Trade and Health dengan alasan ini akan menunjang kerja di Indonesia dalam memperjuangkan akses obat-obatan generik bagi respon penanggulangan AIDS. Seperti diketahui bahwa obat-obatan bagi penanggulangan AIDS seperti ARV dan obat-obatan IO masih didominasi oleh produk patent dan terikat pada perjanjian internasional seperti WTO, TRIPS dan Doha Declaration.
Strong point:
1. Nara sumber dalam setiap sessinya sangat berkompeten meskipun untuk itu mereka harus menerbangkan narasumber dari berbagai belahan dunia. Hal ini membuat pemahaman menjadi mendalam.
2. Penyajian sesi tidak monoton. Ada beberapa pelajaran menarik dari pelatihan ini yang mungkin bisa diaplikasikan dalam training atau workshop di Indonesia. Contohnya; dalam review hari kemarin pengemasannya menggunakan kuis interaktif, drama dan ide-ide kreatif lain. Penyajian sessi utama sendiri sangat menarik. Di sini sessi tidak hanya berupa penyajian presentasi lalu diikuti tanya jawab. Contoh penyajiannya; pembicara dan moderator mensimulasikan seolah sedang mengadakan sebuah talkshow radio lengkap dengan dialog interaktif khas radio dan diselingi iklan yang menggugah pergerakan terhadap perdagangan bebas.
3. Sessi Trade and Health sangat membantu sekali dalam memahami peran negara beserta kesulitan-kesulitan yang dialami pemerintah dalam menghadapi perdagangan bebas dan dampaknya terhadap penyediaan obat-obatan essensial di Indonesia. Ini terlihat jelas ketika diadakan peragaan situasi di dalam Green Room tempat para petinggi pemerintahan bernegosiasi hal-hal terkait WTO.
4. Atas usulan Indonesia, PHM akan mengambil sikap tegas dalam menentang perundingan dagang bilateral (FTA) yang sedang dilangsungkan antara India dan Uni Eropa yang dikuatirkan akan membawa pengaruh terhadap ketersediaan dan keberlangsungan ARV generik dari India kepada negara-negara lain yang selama ini mengimportnya termasuk Indonesia. Kajian ilmiah akan dilakukan untuk membantu aktivis-aktivis AIDS global dan tataran negara dalam menyikapi isu ini.
5. Peserta mendapatkan informasi bahwa PHM mempunyai sebuah event besar global yang dinamakan People Health Assembly yang posisi politiknya bisa mempengaruhi WHA (World Health Assembly) yang diadakan oleh WHO. PHA dilaksanakan setiap 5 tahun sekali. Untuk PHA ke tiga nanti, Indonesia diminta untuk menyiapkan activist yang sudah memahami dasar pergerakan PHM untuk mengikuti PHA 3 yang akan dilangsungkan bulan Juni di Cape Town, Afrika Selatan.
6. Social determinant mempunyai faktor besar kedepannya dalam upaya memperbaiki respon AIDS di Indonesia.
Rencana tindak lanjut:
1. Indonesia diharapkan bisa segera mengaktifkan kembali PHM Indonesia. 4 orang yang berangkat dalam kursus ini diharapkan bisa membawa pesan PHM ke Indonesia..
2. Membuat pertemuan dengan para aktivis yang sudah pernah bersinggungan dengan PHM baik di acara PHA 1 maupun 2.
3. Mensosialisasikan PHM di Indonesia.
4. Menjalankan People Health Assessment.
5. Membuat National People Health Summit dalam rangka menyongsong PHA tahun depan.
(Laporan oleh Ienes Angela)