Seorang wisatawan Australia mengaku tertular HIV setelah membuat tato di Pulau Dewata Bali. Pemerintah Provinsi Bali meminta Australia menunjukkan bukti warganya yang tertular HIV.
“Tunjukkan saja di jalan apa (membuat tato), jadi kami lebih mudah menyelidiknya,” kata Kepala Dinas Kesehatan Bali Nyoman Sutedja ketika dihubungi, kemarin.
Sutedja menambahkan, pihaknya belum menerima surat resmi pemerintah Australia terkait warganya yang mengaku tertular HIV akibat membuat tato di Bali. “Kami terima baru sebatas pemberitahuan dari Konsulat Australia di Denpasar,” kata Sutedja menambahkan, sejak isu itu merebak, pihaknya telah melakukan investigasi ke studio tato di kawasan wisata.
Kasus HIV-Aids cukup banyak terjadi di Bali yang merupakan tujuan wisata utama Indonesia dimana tahun ini diperkirakan sekitar 2,5 juta turis asing datang berlibur.
Tingginya animo untuk mendapat layanan tato melalui jarum suntik atau sekedar tindik anggota badan, menurut Nyoman membuat layanan semacam ini sangat mudah ditemukan di tiap sudut Bali.
“Ada yang jenisnya rumahan, ada di ruko di jalan-jalan, banyak lah,”kata Nyoman, menekankan sulitnya mengecek seluruh penyedia jasa layanan tato dan tindik ini di Bali.
Sementara itu otoritas kesehatan di negara bagian Australia Barat menyerukan agar warganya yang pernah mendapat tato atau tindik di Bali segera memeriksakan diri untuk memastikan warga tidak terinfeksi. Bahkan seruan untuk menghindari tato di Bali sangat ditekankan.
Karena itu turis asal Australia disarankan menunda membuat tato ‘sampai pulang kembali’ ke Australia.
Yang berkali-kali dikampanyekan sejak lama, menurut Nyoman, adalah pentingnya perilaku sehat penyedia layanan terutama agar menggunakan jarum baru tiap kali hendak melakukan tato atau tindik anggota badan.
Tato dan tindik menggunakan jarum yang tidak steril memang bisa menularkan penyakit, terutama jika alat yang dipakai tercemar virus. Penularan yang paling sering ditemui adalah infeksi hepatitis dan HIV/AIDS.
Diketahui, jumlah penderita HIV/ADIS di Bali mencapai 4.833 kasus. Dari jumlah itu, 29 orang penderita di antaranya adalah warga asing, terdiri 14 orang penderita HIV dan sisanya penderita AIDS. Mereka berasal dari 12 negara di antaranya Belanda, Amerika Serikat, Timor Leste, Prancis, Italia, Kanada dan Swiss.
(sumber: web IGAMA)