Jaringan Indonesia Positif bersama Yayasan Spiritia mengadakan workshop dengan tujuan mempresentasikan hasil dari kegiatan Notifikasi Pasangan.
Kegiatan Notifikasi pasangan ini merupakan tindak lanjut dari project yang dilakukan pada 2019 dengan tujuan:
1. sosialisasi program Notifikasi Pasangan.
2. kerja sama antar stakeholder
3. menciptakan sistem rujukan
Pembukaan oleh Daniel Marguari, CEO Yayasan Spiritia, “Notifikasi pasangan bukan pendekatan yang baru, tetapi yang perlu adalah sistem ini harus sistematis. UNFPA adalah salah satu mitra yang mendukung sistem ini dapat berjalan. Terbukti dalam 2 tahun menjalankan ini, positivity rate hampir 30%. Pendekatan harus dilakukan secara komprehensif dan dapat dikembangkan oleh Kemenkes.”
“Testing selama 2 tahun ini sekitar 22 ribu orang, dan sekitar 3000 yang positif. Pendekatan ini mampu menemukan orang yang positif HIV sampai 30%.
Yang menarik, pasangan HIV terbanyak adalah heteroseksual, namun mereka tidak menjadi populasi kunci bagi program nasional. Yang kedua adalah pasangan dari LSL, pasangan dari waria, dan pasangan dari pekerja seks.”
Berikutnya materi yang disampaikan oleh Panelis, yaitu Meirinda Sebayang Koordinator Nasional dari Jaringan Indonesia Positif. “Latar belakang dari program ini adalah untuk berkontribusi pada target 95-95-95 dan ending AIDS 2030. Kontribusi untuk 95 pertama, di 2021 positivity rate hampir 30% dan hampir 80% sudah akses ARV.
Tujuan lainnya adalah mereduksi kekerasan pada pasangan intim. Data yang ada di lapangan, ada 35 orang dengan HIV yang mengalami kekerasan dari pasangan.”
“Pada 2019 JIP mulai pilot program di 5 kota, waktu itu positivity rate 27%.
Masih ada tantang an agar orang dengan HIV dapat akses ARV karena masih 80% saja.
Yang dimaksud pasangan adalah dalam artian transmisi seksual dan tidak termasuk dalam pasangan menyuntik (narkoba). Temuan lainnya yakni usia produktif masih mendominasi dalam penemuan indeks kasus.”
“Ditemukan potensi adanya kekerasan dalam hubungan pasangan, terutama di kalangan pekerja seks. Jika diverifikasi adanya kekerasan maka akan dirujuk ke lembaga terkait misalnya LBH (lembaga bantuan hukum). Ini merupakan Keputusan klien. Yang mengalami kekerasan sebagian besar justru dari kalangan laki-laki (kemungkinan besar adalah dari komunitas LSL).”
Materi berikutnya disampaikan oleh panelis Agus Rahmad Hidayat dari Yayasan Spiritia. “Wilayah kerja di 2022 adalah 34 Provinsi 242 Kabupaten/Kota. Dengan target 60.000 orang. 40% pasien indeks dari jumlah ODHIV yang didukung, 85% tes indeks yang dijangkau melakukan tes HIV, 90% tes indeks yang positif HIV mengakses pengobatan”.
Materi ketiga disampaikan oleh panelis Ibu Ratna dari Kementrian Kesehatan. “Notifikasi pasangan ini mirip dengan tracing pada COVID-19, jika kita menemukan orang yang HIV lalu mendekati pasangan nya agar mau diperiksa. Bedanya dengan COVID-19 adalah kita periksanya bisa dipaksa, namun dalam NP tidak bisa dipaksa”.
“Sampai saat ini baru 54 Kab/Kota di 15 Provinsi layanan yang melaporkan data Notifikasi Pasangan. padahal satu ODHIV dapat memiliki lebih dari satu pasangan”.